Senin, 04 Maret 2019
Kearifan lokal Sidenreng Rappang: bungnge citta
Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan-kebiasaan, praktik, dan tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Pada gilirannya kelompok atau ras tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi berikutnya terkondisikan menerima “kebenaran” itu tentang nilai, pantangan, kehidupan, dan standar prilaku. Individu-individu cenderung menerima dan percaya apa yang dikatakan budaya mereka. Di saat itulah muncul apa yang disebut sebagai kearifan lokal yang kemudian menjadi pegangan hidup bagi suatu komunitas tertentu.Kearifan lokal merupakan suatu istilah yang mencuat ke permukaan dengan mengadopsi prinsip, nasehat, tatanan, norma dan perilaku leluhur kita masa lampau yang masih sangat urgen untuk diaplikasikan dalam menata berbagai fenomena yang muncul.
Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Dalam pandangan John Haba dalam Irwan Abdullah, kearifan lokal “mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat”. Kearifan lokal seringkali diartikan sebagai kebijakan setempat, pengetahuan setempat atau kecerdasan setempat. Kearifan local adalah sikap, pandangan atau kemampuan suatu komunitas didalam mengelola lingkungan jasmani dan rohaninya. Dengan kata lain kearifan local adalah pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat local dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penyebarluasan praktek-praktek kearifan lokal tertentu seringkali menjadi tantangan. Prinsip-prinsip kearifan lokal dapat diterapkan di daerah lain, tentu saja dengan penyesuaian budaya setempat. Penerapan kearifan lokal merupakan sebuah proses dan menbutuhkan keterlibatan dari seluruh lapisan masyarakat.
Kabupaten Sidenreng Rappang disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu wilayah di Sulawesi selatan Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah yang ta'at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan permanen. Di daerah ini pernah hidup seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang = semacam pemerintahan distrik di masa lalu) yang bernama.Nene Mallomo Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya membuat namanya cukup tersohor
Sumur Bungnge Citta merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Sidrap. Menurut sejarahnya, sumur tersebut merupakan sumur Nene’ Mallomo yang merupakan penyiar agama islam di wilayah kabupaten Sidrap. Lokasi sumur tua bunge citta berada dikawasan permukiman penduduk yang berada didesa Allakuang, tidak jauh dari kantor desa Allakuang. Jarak dari kota Pangkajene sekitar 5km dengan kondisi jalan aspal dan merupakan jalan poros kota Pangkajene .
Selain wisata air, tempat ini juga sarat akan budaya, konon di tempat inilah dahulu La Pagala alias La Makkarau, atau yang lebih dikenal dengan Nene Mallomo pernah menghentakkan kakinya, lalu muncullah mata air. Mata air di sini tak pernah kering, meski kemarau panjang sekalipun. Objek wisata yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Bungnge Citta Nene Mallomo ini, juga kental dengan pesan-pesan agama dan di wajibkan semua wisatawan menghentikan sejenak aktivitas di kolam renang saat azan berkumandang. Tak boleh berada di kolam, itu dilakukan untuk menghargai umat Islam yang beribadah.
Sumur ini memiliki kekuatan magis tersendiri bagi sebagian masyarakat karena konon kabarnya sumur ini mampu mewujudkan setiap impian manusia dengan cara melemparkan uang koin kedalam sumur. Namu sebelum melemparkan uang koin tersebut, terlebih dahulu diniatkan dengan sebuah permohonan. Hal tersebut sampai sekarang masih terkadang dilakukan oleh masyarakat yang masih percaya pada kekuatan magis yang terdapat pada sumur ini sehingga bisa kita jumpai disaat berkunjung kesumur tersebut. MenurutMenurut cerita masyarakat setempat ada tiga sumurnyang merupakan peninggalan Nene’mallomo yakni; yang pertama terletak didekat mesjid tua JERRAE (sumur jejjae), kedua sumur Bunge Citta (dalam bahasa Bugis Sidrap , kata Bung berarti Sumur) dikisahkan bahwa oleh karena isri Nene’ Mallomo tidak mau meminum air yang berada di daerah Allakuang, maka Nene’ Mallomo kemudian menekan telapak kakinya bagian belakang, sehingga tanah yang diinjaknya mengeluarkan air.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar